Oleh: Ustadz Cecep
Sholehudin, Lc.
Pertanyaan tersebut akan menjadi sebuah
pertanyaan yang klise dan tak bermakna bagi mereka yang meyakini bahwa
akal adalah satu-satunya instrumen untuk menemukan kebenaran dan
kebathilan, bagi mereka yang meyakini bahwa agama itu adalah sama dan
walaupun terjadi perbedaan hanyalah sekedar perbedaan ekspresi dan cara
semata, dan bagi mereka yang terbiasa memperjual-belikan hukum-hukum
Allah dengan uang dan peluang. Bagi mereka semua sholat adalah sebuah
ritualitas ibadah yang hanya membuang-buang waktu dan membodohi diri.
Tapi
bagi mereka yang meyakini bahwa hidup adalah sebuah perintah dan
perjanjian, maka shalat bukan sekedar ritualitas tapi menjadi sebuah
kebutuhan dan kewajiban yang harus dijalaninya dalam kondisi apapun
sebagaimana yang disebutkankan dalam Al-Quran bahwa tujuan hidup kita adalah
semata-mata untuk beribadah pada-Nya : “..dan tidaklah Aku menciptakan
jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku.” (QS Adz- Dzaariyat: 56)
Imam Ali menegaskan bahwa maksud dari ayat tersebut adalah: “bahwa Aku
akan memerintahkan mereka untuk menyembah Ku dan memanggilnya untuk
beribadah kepada Ku”.Sholat adalah ibadah yang harus dilakukan
oleh seluruh anggota tubuh, baik anggota
material maupun non material, baik yang dilakukan oleh pikiran dan hati
seperti niat, ketulusan, khusyu’, tunduk, perasaan senantiasa diawasi
dan lainnya; baik yang dilakukan oleh lisan seperti membaca syahadat,
tasbih, tahmid, takbir, alfatihah dan lainnya; dan baik yang dilakukan
oleh anggota tubuh lainnya seperti berdiri, ruku, sujud, duduk dan
lainnya. Artinya bahwa sholat menuntut semua anggota tubuh kita baik
yang sifatnya material ataupun non material terlibat dalam irama sholat.
Dan apabila salah satu dari anggota badan tubuh tersebut tidak terlibat
maka sholatnyapun menjadi cacat. Hal itu yang diungkapakan rasulallah
dengan istilah almuflis fissholat (orang yang bangkrut dalam sholat),
yaitu orang yang pikirannnya melayang-layang ketika sholat sehingga ada
fase-fase yang seharusnya konsentrasi penuh malah menjadi terbagi-bagi.
Dalam kondisi seperti ini wajar bila target dari sholat tidak tercapai.
Untuk
mengukur sejauh mana sholat itu bisa memenuhi standar dan kriteria,
maka hal tersebut bisa dilihat dari
indikasi-indikasinya, hal itu diungkapkan dalam Al Quran: “dan
lakukanlah sholat, sesungguhnya sholat itu bisa mencegah kekejian dan
kemungkaran” (QS Al-ankabut: 45). Dalam ayat lain disebutkan:
“sesungguhnya manusia itu diciptakan dengan watak selalu berkeluh kesah,
apabila dia ditimpa bencana maka dia ada dalam ketakutan dan apabila ia
mendapatkan kebaikan maka dia lupa diri kecuali orang-orang yang suka
sholat, yaitu orang-orang yang selalu menjaga sholatnya” (QS Al-Maarij:
19-23). Dan dari Abdullah bin Amru bin Ash ra: suatu ketika Rasulallah
saw menyebutkan kemudian beliau bersabda kepadanya: “barang siapa yang
selalu melaksanakan sholat, maka dia akan mendapatkan cahaya, burhan
(bukti yang kuat) dan keselamatan dan barang siapa yang tidak
melaksanakan sholat maka dia tidak akan mendapatkan cahaya, burhan dan
keselamatan dan dia akan hidup pada hari kiamat bersama Qorun, Firaun
dan Ubay bin Kaab.”
Sesungguhnya Allah tidak sematamata
memerintahkan sholat kecuali untuk kebaikan
umatnya bahkan sholat itu sendiri menjadi pelipur lara dan penghubung
diri dengan sang penciptanya. Hal itu diungkapkan dalam Al Quran: "wahai
orang-orang yang beriman, mintalah bantuan - untuk memudahkan
urusanmudengan kesabaran dan sholat" (QS Al Baqoroh: 153), kemudian
dipertegas lagi dalam ayat 45-46: {dan mintalah tolong dengan kesabaran
dan sholat, karena sesungguhnya keduanya sangat besar bagi mereka yang
khusyu dalam melaksanakan sholatnya, bagi mereka yang yakin akan bertemu
Allah dan bagi mereka –yang yakin– bahwa mereka akan kembali kepada-
Nya}. Dan hal itu dipertegas oleh rasulallah saw: “sesungguhnya aku
mendapatkan ketenanganku dalam sholatku”. Hal-hal ini kemudian
memberikan ilham bagi para sufi untuk menyimpulkan: “barang siapa yang
ingin berbicara dengan Allah maka bacalah Al Quran dan barang siapa yang
ingin diajak berbicara dengan Allah maka laksanakanlah sholat.
Di
samping itu, sholat pun mengajarkan kepada kita hal-hal esensial bagi
sebuah kehidupan yang dinamis, antara
lain:
- Kedisiplinan. Hal itu bisa dilihat dari waktu-waktu yang telah ditentukan dan larangan untuk keluar dari waktu yang sudah ditentukan tersebut: {sesungguhnya sholat itu bagi orangorang beriman adalah kewajiban yang telah ditentukan} An Nisa: 103.
- Teratur. Hal itu nampak pada aturan sholat yang harus dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Semua tata cara itu harus berurutan dan dilakukan secara teratur dan tidak boleh dilakukan dengan acak. Pola yang mengajarkan kita untuk hidup teratur, terarah dan ter-manage.
- Kebersihan. Hal itu nampak dalam syarat-syaratnya, di mana untuk mendapatkan sholat syah harus dimulai dengan membersihkan diri seperti dengan wudhu/mandi membersihkan pakaian, membersihkan tempat sholat dan lainnya. Pola hidup yang bersih menjamin hidup sehat dan dinamis.
- Olah badan. Hal itu nampak dalam gerakan-gerakan sholat yang menyentuh semua organ tubuh, dari mulai kepala sampai kaki sehingga menurut sebuah penelitian barang siapa yang menjalankan sholat dengan baik dan teratur maka dia tidak akan kena penyakit apa pun karena sholat sudah mengatur pergerakan tubuh agar berjalan normal.
- Penghormatan. Hal itu nampak pada fase-fase penghormatan dari mulai posisi berdiri sampai posisi yang terendah dimana kondisi berada sebagai hamba yang tak berdaya dengan menundukkan kepala ke tanah.
- Bersosial. Hal itu nampak ketika sholat jumat atau sholat Ied dilaksanakan atau sholat fardu dilaksanakan di masjid dan secara berjamaah. Kebersamaan yang akan melahirkan jiwa sosial yang tinggi.
- Dan hal-hal positif lainnya.
Semua faktor positif ini tidak akan
dicapai dan diraih bila kondisi dan cara sholat kita tidak sesuai
dengan apa yang telah diajarkan oleh Rasulallah. Sholat adalah sesuatu
perintah yang harus sesuai dengan tujuannya: sabda rasulallah saw:
“Sholatlah sebagaimana aku melaksanakan sholat.”
Sholat dengan
urgensitasnya yang sangat vital dan penting bagi dinamika kehidupan umat
islam telah terabaikan bahkan sebagian menganggapnya hanya buang-buang
waktu sehingga wajar bila umat islam yang semestinya mempunyai naluri
ethos kerja yang tinggi, mentalitas yang kuat dan karya yang padat tidak
tercapai. Hal itu tidak lain karena kita telah meninggalkan pondasi
utama dalam kehidupan kita, yaitu sholat.
Fenomena tersebut
sangat nampak dalam kehidupan masyarakat di Timur Tengah sebut saja
Mesir. Mereka terbiasa untuk melaksanakan sholat subuh pada waktu duha
bahkan menjama’ sholat lima waktu dalam satu waktu, fenomena kemalasan
yang sangat nampak dalam kehidupan sehari-harinya. Maka wajar bila
masyarakat Mesir masih berkutat dengan kemisikinannya. Dan tak jauh
berbeda dengan masyarakat kita, mereka menjadi terbiasa meninggalkan
sholat karena mereka dikejar setoran atau bentrok dengan jam kerja
bahkan di beberapa instansi atau pabrik-pabrik menjalankan sholat
dilarang karena akan menghambat produksi dan apabila mereka
melaksanakannya maka akan mendapatkan sanksi yang bisa berujung pada
pemecatan.
Sungguh ironis, sebuah mayoritas masyarakat dikendalikan
oleh tekanan minoritas. Maka wajar bila seorang petinggi Israel
berkata: “Orang-orang Arab (Muslim) tidak mungkin mengalahkan
orang-orang Israel kecuali apabila jumlah orang yang sholat pada waktu
shubuh sama dengan jumlah orang yang shalat pada waktu jumatan”,
bisakah? Wallahu a’lam bishawab.
1 komentar:
ijin copy ya kak artikelnya
suplier sosis
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar